Kamis, 21 Januari 2010

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari

Kondisi global saat ini, dimana laju perkembangan teknologi yang semakin sulit untuk dihentikan memunculkan berbagai ekses, baik positif maupun negative dirasakan oleh para generasi penerus.

Akibat paling nyata dari perkembangan teknologi itu sangat nyata wujudnya dalam perkembangan telepon genggam. Sekitar 10 tahun yang lalu, sangat jarang kita temui orang-orang yang memiliki telepon genggam. Sarana komunikasi ketika itu bersifat umum dan berada di tempat umum. Dalam hitungan kurang dari 5 tahun kemudian, sontak telepon genggam mengalami booming sehingga masyarakat di pedesaan pun hampir dikatakan tidak ada yang tidak mengenal alat komunikasi tersebut. Seiring dengan terbukanya saluran SMS lintas operator, semakin membawa sarana komunikasi ke area pribadi. Cukup dengan SMS, seseorang dapat mengetahui kondisi orang lain, sekalipun di tempat tidur atau kamar mandi.

Kondisi ini terus bergulir pada lima tahun berikutnya, yaitu saat ini, dimana situs jejaring sosial semakin merebak bahkan menyita waktu-waktu produktif seseorang. Facebook, Friendster, Twitter, semakin diakrabi bahkan oleh masyarakat status sosial bawah sekalipun.

Situasi ini akan terus berkembang, seiring dengan adanya inovasi-inovasi terbaru di bidang teknologi.

Itu adalah kenyataan yang harus dihadapi oleh putra-putri kita, sebagai generasi penerus perkembangan agama yang haq ini. Sekali salah melangkah, maka taruhannya adalah kehilangan keimanan. Dengan kata lain, saat ini kita sebagai orangtua sekaligus Pembina generasi penerus dihadapkan pada peperangan dengan waktu. Apabila tidak dari saat ini kita benar-benar serius dalam membina putra-putri kita, maka taruhannya adalah kelangsungan agama ini di waktu selanjutnya. It’s now or never.

Sementara, di sisi lain, para pengajar seolah masih berkutat pada masalah yang itu-itu saja dari waktu ke waktu, yaitu masalah ketidakpercayaan diri, putus asa karena menghadapi cabe rawit, menganggap sepele pembinaan cabe rawit, anti terhadap ilmu dan perkembangan metoda pengajaran baru yang pada akhirnya bermuara kepada tidak berjalannya pengajaran generasi penerus.

Mengajar dengan seadanya membuat anak-anak menjadi tidak tertarik dan pada akhirnya menjadi tidak semangat untuk mengaji.

Anak-anak dewasa ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada 2 atau 3 dasawarsa yang lalu, meskipun hakikat anak yang identik dengan dunia bermain masih tetap melekat, namun disebabkan oleh perkembangan zaman terutama teknologi dan arus informasi inilah yang menyebabkan anak-anak zaman sekarang memiliki karakter yang berbeda. Dulu, dengan kekerasan anak bisa menurut, sekarang? Dengan dikerasi, anak malah berani kabur.

Untuk itu, dibutuhkan pendekatan yang tepat untuk mengajar anak-anak zaman sekarang. Berikut saya coba untuk sampaikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk membuat anak-anak menjadi lebih tertarik dengan pengajar, sehingga minimal anak-anak menjadi betah untuk belajar.


1. Pengajar harus yakin dan percaya diri

Seorang pengajar yang memiliki keyakinan dan percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya akan memunculkan aura yang berbeda dengan pengajar yang tidak yakin dan tidak percaya diri. Aura positif yang dimunculkan oleh pengajar yang percaya diri selalu menyenangkan untuk dilihat, bola mata yang berbinar, mimik muka yang cerah, suara yang mantap dan gestur yang luwes. Sebaliknya apabila pengajar tidak percaya diri akan memunculkan aura negatif yang berupa, bola mata sayu, muka tidak segar, suara kadang pelan hingga tidak terdengar, hingga tidak berani untuk menatap wajah murid-muridnya.

Aura positif ini akan menularkan perasaan positif kepada murid-murid yang diajarkannya. Gembira, antusias dan bersemangat adalah perasaan-perasaan yang dirasakan oleh murid-murid tatkala mendapati pengajarnya memiliki kepercayaan diri dalam mengajar.

Kepercayaan dan keyakinan diri muncul ketika kita mampu membangkitkan sisi positif di dalam diri kita. Setiap orang memiliki kelemahan, apakah taraf pendidikan yang dienyamnya tidak tinggi, atau status ekonominya tidak begitu beruntung, dan sebagainya. Namun itu semua adalah qodar Alloh yang telah digariskan. Dan qodar Alloh pun mengatakan segala sesuatu ada pasangannya. Artinya apabila kita menyadari, akan selalu ada sisi positif yang kita miliki mengiringi sisi negatif atau kekurangan yang kita miliki. Bisa saja dibalik semua kelemahan itu, ternyata kita diqodar memiliki hafalan dalil dan surat yang banyak, memiliki bacaan Qur’an yang bagus atau memiliki keluwesan untuk bergaul. Meratapi kekurangan tidak akan mengubah sesuatu bahkan akan menambah penderitaan dan penyesalan. Namun menggali dan mengembangkan sisi positif kita akan membuat kita menjadi lebih bersemangat sehingga mampu membangkitkan kepercayaan diri kita.

2. Persiapan yang matang

“Practice makes perfect”, berlatih akan membuat menjadi sempurna. Seorang presenter yang menyiapkan dengan baik bahan presentasinya, seperti menguasai dengan detail apa yang akan diucapkan, memahami dengan detail karakteristik orang yang akan menghadiri presentasinya, menguasai ruangan presentasi hingga mengatur intonasi suaranya, akan menampilkan presentasi yang luar biasa. Sebaliknya untu presenter yang asal-asalan dalam menyiapkan bahan presentasinya, mendadak, baru dibaca sesaat akan tampil, tidak mengetahui karakteristik orang yang hadir dalam presentasinya, hampir dipastikan akan menampilkan presentasi yang buruk.

Demikian pula dengan pengajar. Sekalipun yang dihadapinya adalah murid-murid caberawit, namun caberawit pun adalah manusia yang peka dan mampu merasakan apakah pengajar yang dihadapinya ini memiliki kompetensi atau tidak. Dan mempersiapkan bahan ajar (nderes) merupakan bentuk kompetensi yang dimaksud.

Selain mempersiapkan bahan ajar, yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan cerita dan contoh-contoh yang akan dipakai dalam pengajaran, selain itu berlatih intonasi dan gestur akan sangat membantu dalam proses pengajaran.

3. Penampilan

Istilah packaging adalah yang utama dalam dunia marketing barangkali dapat kita adopsi untuk mengarahkan penampilan pengajar yang menarik perhatian murid. Packaging atau kemasan, mengacu pada tampilan luar dari sesuatu, dalam hal ini tentunya penampilan luar dari pengajar. Hal ini memperkuat dalil yang menyatakan bahwa Rosululloh SAW sangat menyukai kerapihan.

Penampilan yang baik, rapi, bersih dan wangi tentunya akan menarik perhatian orang lain. Akan sangat mengganggu pemandangan ketika pengajar berpenampilan seadanya, kaos oblong, rambut acak-acakan seperti bangun tidur. Dari tidak enak dilihat menimbulkan rasa kurang hormat hingga menjadi kurang senang dan pada akhirnya malas untuk datang ke pengajian.

4. Sederhana

Bahasa yang sederhana lebih mudah dimengerti dibandingkan bahasa yang rumit bahkan njelimet. Hal ini berlaku di dalam pengajaran terhadap generus. Terutama untuk usia 5 hingga 12 tahun, dimana perkembangan kognitifnya berada pada taraf Kongkrit-Operasiona l, akan lebih mudah apabila contoh-contoh atau keterangan-keterang an disampaikan dalam bahasa yang sederhana, nyata seperi dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa yang sesederhana mungkin lebih mudah dipahami. Jangan tergoda untuk menggunakan bahasa yang asing, tidak umum agar terkesan intelek bila akhirnya tidak dimengerti oleh murid-murid.

Pilih padanan kata yang relevan untuk menerangkan suatu maksud. Misalnya akan lebih baik menggunakan kata sopan-santun daripada menggunakan kata etiket, atau menggunakan kata menghormati daripada yu’adzim.

5. Menghargai

Di dalam dunia pendidikan dewasa ini, hubungan guru-murid tidak lagi dipandang sebagai hubungan antara atasan-bawahan atau antara yang memiliki ilmu dengan yang kosong alias tidak berilmu. Saat ini hubungan antara pengajar dan murid lebih kepada hubungan yang setara atau lazim disebut mitra. Hal ini disebabkan adanya hubungan saling timbal balik yang menguntungkan antara guru-murid, yaitu murid membutuhkan ilmu dari guru sementara guru butuh eksistensi atau pengakuan dari murid selain juga dapat belajar dari murid.

Hubungan guru-murid yang setara sebagai mitra ini memberikan posisi yang nyaman bagi murid-murid, sebab tidak ada yang diunggulkan diatas yang lain. Sehingga dengan kenyamanan ini akan tercipta suasana pembelajaran yang kondusif.

Untuk menciptakan sikap saling menghargai dapat dimulai dari pengajar dengan memandang peserta didik, meskipun usia caberawit, sebagai manusia yang memiliki akal budi, memiliki kehendak sendiri dan memiliki kuasa penuh atas badan dan tindakannya selayaknya diri kita sebagai pengajar. Dengan munculnya pemahaman seperti itu selanjutnya kita menghargai setiap tindakan yang mereka lakukan.

Pemberian pujian atas jerih payah dan usaha yang dikeluarkan, bukan sesuatu yang diharamkan di dalam pola hubungan yang seperti ini. Posisi yang setara ini juga dapat menciptakan rasa saling menghormati dan saling menghargai (respect) antara guru dan murid.


6. Kreatif

Hampir sebagian basar alasan murid tidak mau lagi mendatangi pengajian disebabkan karena kebosanan. Bosan dengan cara mengajar yang itu-itu saja, bosan dengan urut-urutan pengajaran yang selalu sama, bosan karena selalu belajar di kelas, bosan karena selalu melakukan aktifitas yang sama, dan bosan-bosan lainnya.

Bila kita mau sedikit peka dan belajar dari anak kecil atau kita ingat kembali masa kecil kita, maka kita pasti bisa menjawab pertanyaan ini: kenapa anak kecil tidak pernah bosan untuk bermain? Jawabannya karena di dalam aktifitas bermain, setiap anak menemukan kesenangan. Meskipun setiap hari selalu memainkan permainan petak umpet, akan tetapi permainan ini selalu diulang-ulang dan tidak pernah bosan, karena bisa saja pada suatu kesempatan anak tersebut bersembunyi di balik tembok, bisa jadi pada kesempatan lain bersembunyi diatas pohon, diatas genting rumah, dibawah selokan, dibawah mobil atau bahkan lari ke kamar dan tidur. Itu semua selalu menyenangkan dan tidak membosankan.

Untuk menciptakan kesenangan di dalam pengajaran, dibutuhkan kreatifitas dari pengajar untuk menciptakannya. Kreatif tidak selalu identik dengan orang yang cerdas. Untuk bisa berkreasi hanya dibutuhkan niat dan sedikit usaha. Bisa saja dari seringnya kita mengobrol dengan sesama rekan pengajar dapat memperoleh ide bagus untuk variasi pengajaran. Atau dengan banyak membaca buku, atau dengan banyak browsing informasi pengajaran, games dan kisah-kisah menarik dari internet. Saat ini merupakan zaman yang mudah untuk mendapatkan informasi. Hanya dengan niat dan sedikit usaha kita sudah mendapatkan cara pengajaran yang menarik untuk peserta didik.



Kesemua paparan diatas hanya sebatas penggugah saja, dan akan tidak berarti apa-apa tanpa adanya tindakan yang nyata atas wacana pengajaran diatas. Terwujud atau tidaknya keberhasilan pembinaan generasi penerus semuanya kembali kepada Anda, Saya dan kita semua sebagai penanggungjawab pembinaan ini. Tetap semangat. Alhamdulillahi Jazaa Kumullohu Khoiron.

Oleh: H. Indra Maulana, S.Psi., Psikolog, CHt.



print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar